Disusun Oleh

  1. Sinthya Anggraeny             
  2. Riska Kurnia Sari                 
  3. Dita Rahmawati                  
  4. Errisa Dinda Salsabila        

Bai‘al istishna’ atau disebut dengan istishna’, merupakan kontrak jual beli dalam bentuk pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustahni’) dan penjual (pembuat, shani’).Barang yang diperjualbelikan biasanya adalah barang manufaktur, adapun dalam hal pembayaran, transaksi istishna’ dapat dilakukan di muka, melalui cicilan atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang. Penggunaan akad istishna’ oleh bank syariah diindonesia relatif masih minim. Istishna’ paralel adalah suatu bentuk akad istishna‘ antara pemesan (pembeli, mustashni’) dengan penjual (pembuat, shani’), kemudian untuk memenuhi kewajibannya kepada mustashni’, penjual memerlukan pihak lain sebagai shani’.

Ketentuan Syar’i Transaksi Ishtishna’ dan Ishtishna’ Paralel

Menurut mazhab Hanafi, istishna’ hukumnya boleh karena hal itu telah dilakukan oleh masyarakat muslim sejak masa awal tanpa ada ulama yang mengingkari. Ketentuan syar’I transaksi istishna’ diatur dalam fatwa DSN no 06/DSN-MUI/IV/2000 TENTANG jual beli istishna’. Fatwa tersebut mengatur tentang ketentuan pembayaran, dan ketentuan barang.

Rukun Transaksi Ishtishna’

  1. Transaktor

Transaktor terdiri atas pembeli dn penjual. Kedua transaktor disyaratkan memiliki kompetensi berupa akil baligh dan kemampuan memilih yang optimal seperti tidak gila, tidak sedang dipaksa dan yang lain sejenis. Transaktor terdiri atas pembeli dn penjual. Kedua transaktor disyaratkan memiliki kompetensi berupa akil baligh dan kemampuan memilih yang optimal seperti tidak gila, tidak sedang dipaksa dan yang lain sejenis. Penjual diperbolekan menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga.

  • Objek Ishtishna’
  • Barang harus jelas spesifikasinya
  • Penyerahanya dilakukan kemudian
  • Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan
  • Pembeli ( mustashni’ ) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya
  •  Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan
  • Memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati;
  • Barang yang diserahkan harus sesuai dengan spesifikasi pemesan, bukan barang masal.
  • Ijab Kabul

Ijab dan kabul istishna’ merupakan pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, dengan cara penawaran dari penjual ( bank syariah ) dan penerimaan yang dinyatakan oleh pembeli ( nasabah ). Menurut PSAK no 104 paragraf 12 pada dasarnya Istishna’ tidak dapat dibatalkan, kecuali memenuhi kondisi, Kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya dan Akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.

Rukun Transaksi Ishtishna’ Paralel

Berdasarkan fatwa DSN no 6 tahun 2000, disebutkan bahwa akad istishna’ kedua(antara bank sebagai pembeli dengan petani sebagai penjual) harus dilakukan terpisah dari akad pertama. Adapun akad kedua baru dilakukan setelah akad pertama sah, rukun-rukun yang terdapat pada akad istishna’ pertama juga berlaku pada akad istishna’ kedua.

Pengawasan syariah Transaksi Istishna’ dan Istishna parallel

Pengawasan dilakukan untuk :

  • Memastikan barang yang diperjualbelikan bukan barang haram menurut syariah islam
  • Meneliti apakah Bank membiayai pembuatan barang yang diperlukan nasabah sesuai pesanan dan kriteria yang disepakati.
  • Memastikan akad ishtishna’ dan akad ishtishna’ parallel dibuat dalam akad yang terpisah
  • Memastikan bahwa akad Istishna’ yang sudah dikerjakan sesuai kesepakatan hukimnya mengikat, artinya tidak dapat dibatalkan kecuali memenuhi kondisi antara lain (i) kedua belah pihak setuju untuk menghentikan akad Istishna’ (ii) akad ini batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.

Cakupan Standar Akuntansi Istishna’Paralel

Akuntansi istishna’ diatur dalam Pernyataan Standar Keuangan (PSAK) no 104 tentang istishna’.terkait dengan pengakuan dan pengukuran transaksi, standar ini mengatur tentang penyatuan dan segmentasi akad, pendapatan istishna’ dan istishna’ parale, istishna’dengan pembayaran tangguh, biaya perolehan istishna’, penyelesaian awal pengakuan taksiran rugi, perubahan pesanan dan tagihan.

Penyajian Transaksi Ishtishna’

Berdasarkan PSAK no 104, penyajian rekening yang terkait transaksi istishna’ dan istishna’ paralel antara lain :

  • Piutang istishna’ yang timbul karena pemberian modal usaha istishna’ oleh bank syariah
  • Piutng, yang timbul kerna penjual tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam transaksi istishna’, Rekening ini disajikan terpisah dari piutang istishna’
  • Hutang Istishna’, timbul bank menjadi penjual barang istishna’ yang dipesan oleh nasabah pembeli.

Pengungkapan

Hal-hal yang diungkap dalam catatan atas laporan keungan tentang transaksi istishna’ dan istishna paralel antara lain :

  • Rincian piutang istishna’ dan hutang istishna’ berdasarkan jumlah,jangka waktu, jenis valuta, kualitas piutang dan penyisihankerugian piutang Istishna’
  • Piutang istishna’ dan hutang istishna’ kepada penjual ( pemasok ) yang memiliki hubungan istimewa
  • Besarnya modal usaha istishna’, baik yang dibiayai sendiri oleh bank maupun yang dibiayai secara bersama-sama dengan bank atau pihak lain
  • Jenis dan kuantitas barang pesanan.

Pengakuan Pendapatan Ishtishna’

Berdasarkan PSAK no 104 Paragraf 18 disebutkan bahwa jika metode prosentase digunakan, maka:

  • Bagian nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan yang telah diselesaikan dalam periode tersebut, diakui sebagai pendapatan ishtishna’ pada periode yang bersangkutan.
  • Bagian margin keuntungan ishtishna’ yang diakui selama periode pelaporan ditambahkan pada aset ishtiahna’ dalam penyelesaian.
  • Pada akhir periode harga pokok ishtishna’ diakui sebesar biaya ishtishna’ yang telah dikeluarkan sampai dengan periode tersebut.

Penerimaan Pembayaran Piutang Istishna’ dari Pembeli

Pembayaran piutang istishna’ oleh nasabah dilakukan setelah menerima tagihan istishna dari bank. Oleh karena termin istishna’ merupakan pos lawan dari piutang istishna’, maka pada waktu pembayaran piutang, bank sebagai penjual perlu menutup termin istishna’.

Pengakuan Pendapatan dengan metode akad selesai

Berdasarkan PSAK no 104 paragraf 19 disebutkan bahwa pada metode akad selesai melekat beberapa ketentuan berikut :

  1. Tidak ada pendapatan istishna’ yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut selesai:
  2. Tidak ada harga pokok istishna’ yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut selesai:
  3. Tidak ada bagian keuntungan yang diakui dalam istishna’ dalam penyelesaian sampai dengan pekerjaan tersebut selsai: dan
  4. Pengakuan pendapatan istishna’, harga pokok istishna’, dan keuntungan dilakukan hanya pada saat penyelasaian pekerjaan.

Pembayaran dengan cara tangguh

Berdasarkan PSAK no 104 paragraf 20, jika menggunakan metode persentase penyelesaian dan proses pelunasan dilakukan dalam periode lebih dari satu tahun setelah penyerahan barang pesanan, maka pengakuan pendapatan dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

  1. Margin keuntungan pembuatan barang pesanan yang dihitung apabila istishna’ dilakukan secara tunai, diakui sesuai persentase penyelesaian.
  2. Selisih antara nilai akad dan nilai tunai pada saat penyerahan diakui selama periode pelunasan secara proporsional sesuai dengan jumlah pembayaran. Proporsional yang dimaksud sesuai dengan paragraf 24-25 PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah.