hallo sahabat Les Privat Surabaya .
Semua orang tua sewaktu-waktu bisa marah kepada anak-anaknya, Dalam kehidupan sehari-hari, selalu ada saja hal-hal yang membuat kita stres: terlambat datang ke suatu acara, lupa membawa sesuatu yang penting, masalah kesehatan dan keuangan, dan masih banyak lagi. Di tengah-tengah kondisi yang memusingkan itu, muncul anak kita, yang mengeluh kehilangan sepatunya, atau tiba-tiba baru teringat harus membeli buku untuk tugas hari itu juga, atau si Kakak iseng mengganggu si Adik, atau memang ia dengan sengaja membuat masalah.
Bila kita sedang dalam kondisi tenang, tentunya kita bisa mengatasi semua masalah dengan anak-anak tadi dengan lebih baik. Tapi karena kita sedang dalam kondisi stres, kita seringkali merasa berhak untuk melampiaskan kemarahan pada anak . Walaupun perilaku anak kita rasakan sangat menyebalkan, sebenarnya bukan itu yang menyebabkan kemarahan kita. Pemikiran semacam ini memicu munculnya serangkaian emosi seperti rasa takut dan rasa bersalah, Tanpa disadari, kita sudah mengalami ‘luka’ psikologis akibat kesalahan pola asuh di masa kanak-kanak, dan sekarang anak-anak kita juga akan mengalami ‘luka’ tersebut.

1. MENGAPA Kita Bisa Marah pada Anak?
Orangtua dan anak memiliki hubungan yang unik di mana keduanya bisa saling memicu kemarahan bahkan untuk hal yang sangat sepele. Tak jarang kita sebagai orang dewasa suka bertindak irasional kalau sudah menghadapi anak. Dan bahkan membuat kita berperilaku kekanakan. Begitu pula halnya dengan anak kita. Mereka sering berperilaku menyebalkan dan seolah menguji kesabaran kita karena ya mereka memang anak kita. Psikolog menyebut fenomena inidengan istilah “ghosts in the nursery,” yaitu anak membangkitkan perasaan kemarahan yang terpendam dari masa kanak-kanak kita, dan membuat kita secara tidak sadar berespon sedemikian rupa untuk ‘melawan’ kemarahan itu. Rasa takut dan marah dari masa kanak-kanak ini sedemikian kuatnya sehingga merupakan suatu tantangan tersendiri untuk melupakannya. Dengan memahami semua ini, akan membantu kita mengatasi dan mengendalikan kemarahan kita. Dengan memahami bahwa kemarahan orangtua bisa ‘melukai’ anak secara psikologis, kita jadi lebih bisa mengendalikan diri.

2.Apa yang Terjadi pada Anak Saat Kita Berteriak atau Memukul.
Lalu bayangkan ia berukuran tubuh tiga kali lebih besar daripada Anda. Bayangkan Anda bergantung sepenuhnya pada orang tersebut untuk memperoleh makanan, tempat tinggal, rasa aman, dan perlindungan.Bayangkan ia adalah sumber utama bagi Anda untuk mendapatkan kasih sayang, percaya diri, dan informasi tentang dunia, di mana Anda tidak punya tempat lain untuk bertanya. Setelah membayangkan semua itu, kalikan semua perasaan yang muncul dalam diri Anda dengan 1000. Seperti itulah kira-kira yang terjadi di dalam diri anak Anda ketika Anda marah padanya. Tentu saja, kita semua pasti pernah marah pada anak, bahkan terkadang marah besar. Yang menjadi masalah di sini adalah, bagaimana menggunakan kedewasaan kita untuk mengendalikan ekspresi kemarahan kita dan memperkecil dampak negatifnya. Kemarahan itu bisa menjadi sangat menakutkan. Kekerasan verbal yang terjadi saat kita berbicara keras atau membentak anak akan berdampak negatif pada kepribadian anak, terutama karena anak sangat bergantung pada orangtuanya dalam hal pembentukan konsep dirinya. Anak yang mengalami kekerasan fisik seperti dipukul, terbukti menunjukkan perilaku negatif di kemudian hari sebagai dampak dari kekerasan fisik yang pernah dialaminya dulu. Hasilnya adalah anak akan semakin tidak berminat untuk berperilaku positif yang bisa menyenangkan hati Anda, dan akan membuka dirinya ke luar sehingga lebih mudah terpengaruh oleh teman-temannya dan juga dunia luar. Artinya, Anda memiliki tugas yang lebih berat untuk memperbaiki kerusakan ini.

3. Bagaimana Anda Bisa Mengendalikan Kemarahan Anda?
Sebagai seorang manusia, dalam mengatasi suatu masalah terkadang kita berada dalam kondisi “fight or flight (bertempur atau melarikan diri), dan anak kita yang menyebalkan itu akan terlihat sebagai musuh yang harus kita hadapi. Di saat kita diliputi kemarahan, secara fisik tubuh kita siap untuk berkelahi. Hormon dan neurotransmitter membanjiri tubuh kita. Otot menegang, detak jantung meningkat, napas terengah-engah. Sulit untuk tetap tenang bila berada dalam kondisi ini, namun kita semua tahu bahwa memarahi anak — walaupun akan membuat lega dan emosi terlampiaskan — bukanlah sesuatu yang benar-benar kita inginkan. Bila Anda memang butuh untuk berteriak, pergilah ke mobil, tutup semua jendela, dan berteriaklah di mana tidak ada orang yang bisa mendengarnya, dan jangan berteriak menggunakan kata-kata, karena akan membuat Anda menjadi lebih marah. Anak Anda juga bisa merasa marah. Kemarahan Anda tidak hanya akan menyakitinya tapi juga akan dicontoh olehnya. Anak Anda akan sering melihat Anda marah, dan cara Anda mengatasi situasi itu akan dilihat dan ditiru oleh anak.

  • Tentukan batasan/aturan sebelum Anda marah.
  • Buatlah daftar cara yang baik untuk mengatasi rasa marah.
  • Ambil waktu Lima Menit
  • Dengarkan kemarahan Anda, bukan melampiaskannya
  • Ingat bahwa “melampiaskan” kemarahan Anda pada orang lain justru akan membuat Anda semakin marah

4. Upaya Pencegahan bagi Orangtua dan Guru

 

  • Beri penghargaan pada anak atas perbuatan positif yang dilakukan. Ketika mereka melakukan hal yang baik, katakan, “Wah, baik sekali kamu mau berbagi dengan teman.”
  • Jangan menanyakan sesuatu hal yang memang sebenarnya harus mereka lakukan. Jangan bertanya, “Kamu mau makan sekarang?” tapi katakan, “Sekarang waktunya makan.”
  • Berikan kebebasan anak memilih. Dengan memberinya sedikit ‘kekuasaan’ akan mengurangi kemungkinan munculnya perlawanan darinya. Katakan hal seperti, “Mana yang mau kamu lakukan lebih dulu, menyikat gigi atau ganti piyama?”
  • Jauhkan barang-barang yang memang tidak boleh disentuhnya. Pada waktu pelajaran kesenian, misalnya, jauhkan gunting dari jangkauan anak bila ia memang belum bisa menggunakannya.
  • Alihkan perhatian anak dengan kegiatan lain ketika mereka tantrum akan suatu hal yang tidak boleh dilakukan atau tidak boleh dipegang. Misalnya, “Yuk, kita baca buku sama-sama.

semoga pembaca menikmati dan memahami bagaimana pentingnya asuhan terhadap anak.

 

Tinggalkan Balasan